Faktor Daya


Faktor daya atau faktor kerja adalah perbandingan antara daya aktif
(watt) dengan daya semu/daya total (VA), atau cosinus sudut antara daya aktif
dan daya semu/daya total
Daya reaktif yang tinggi akan
meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya faktor daya akan menjadi lebih
rendah. Faktor daya selalu lebih kecil atau sama dengan satu.
Secara teoritis, jika seluruh beban daya yang dipasok oleh
perusahaan listrik memiliki faktor daya satu, maka daya maksimum yang
ditransfer setara dengan kapasitas sistim pendistribusian. Sehingga, dengan
beban yang terinduksi dan jika faktor daya berkisar dari 0,2 hingga 0,5, maka
kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi tertekan. Jadi, daya reaktif (VAR)
harus serendah mungkin untuk keluaran kW yang sama dalam rangka
meminimalkan kebutuhan daya total (VA).
Faktor Daya / Faktor kerja menggambarkan sudut phasa antara daya
aktif dan daya semu. Faktor daya yang rendah merugikan karena
mengakibatkan arus beban tinggi. Perbaikan faktor daya ini dapat menggunakan
kapasitor.

Faktor daya dapat diperbaiki dengan memasang kapasitor
pengkoreksi faktor daya pada sistim distribusi listrik/instalasi listrik di
pabrik/industri. Kapasitor bertindak sebagai pembangkit daya reaktif dan oleh
karenanya akan mengurangi jumlah daya reaktif, juga daya semu yang
dihasilkan oleh bagian utilitis.

Sedangkan untuk pemasangan Kapasitor pada instalasi listrik ada 3 cara:

1. Global compensation
metode ini kapasitor dipasang di induk panel ( MDP ). Arus
yang turun dari pemasangan model ini hanya di penghantar antara panel MDP
dan transformator. Sedangkan arus yang lewat setelah MDP tidak turun
dengan demikian rugi akibat disipasi panas pada penghantar setelah MDP
tidak terpengaruh. Terlebih instalasi tenaga dengan penghantar yang cukup
panjang Delta Voltagenya masih cukup besar.
2. Sectoral Compensation
Dengan metoda ini kapasitor yang terdiri dari beberapa panel kapasitor
dipasang dipanel SDP. Cara ini cocok diterapkan pada industri dengan
kapasitas beban terpasang besar sampai ribuan kva dan terlebih jarak antara
panel MDP dan SDP cukup berjauhan.
3.Individual Compensation
Dengan metoda ini kapasitor langsung dipasang pada masing masing
beban khususnya yang mempunyai daya yang besar. Cara ini sebenarnya lebih
efektif dan lebih baik dari segi teknisnya. Namun ada kekurangan nya yaitu
harus menyediakan ruang atau tempat khusus untuk meletakkan kapasitor
tersebut sehingga mengurangi nilai estetika. Disamping itu jika mesin yang
dipasang sampai ratusan buah berarti total cost yang di perlukan lebih besar
dari metode diatas.

Keuntungan jika didalam sebuah instalasi listrik memiliki factor daya yang baik.

1. Bagi Konsumen, khususnya perusahaan atau industri:
• Diperlukan hanya sekali investasi untuk pembelian dan pemasangan
kapasitor dan tidak ada biaya terus menerus.
• Mengurangi biaya listrik bagi perusahaan, sebab:
(a) daya reaktif (kVAR) tidak lagi dipasok oleh perusahaan utilitas sehingga
kebutuhan total(kVA) berkurang dan
(b) nilai denda yang dibayar jika beroperasi pada faktor daya rendah dapat
dihindarkan.
• Mengurangi kehilangan distribusi (kWh) dalam jaringan/instalasi pabrik.
• Tingkat tegangan pada beban akhir meningkat sehingga meningkatkan
kinerja motor.
2. Bagi utilitas pemasok listrik
• Komponen reaktif pada jaringan dan arus total pada sistim ujung akhir
berkurang.
• Kehilangan daya I kwadrat R dalam sistim berkurang karena penurunan arus.
• Kemampuan kapasitas jaringan distribusi listrik meningkat, mengurangi
kebutuhan untuk memasang kapasitas tambahan.

@ Ref :Teknik Univ Sriwijaya


Magnetic Contactor





Magnetic Contactor (MC) adalah sebuah komponen yang berfungsi sebagai penghubung/kontak dengan kapasitas yang besar dengan menggunakan daya minimal. Dapat dibayangkan MC adalah relay dengan kapasitas yang besat. Umumnya MC terdiri dari 3 pole kontak utama dan kontak bantu (aux. contact). Untuk menghubungkan kontak utama hanya dengan cara memberikan tegangan pada koil MC sesuai spesifikasinya.

Komponen utama sebuah MC adalah koil dan kontak utama. Koil dipergunakan untuk menghasilkan medan magnet yang akan menarik kontak utama sehingga terhubung pada masing masing pole.


MAgnetic contactor, pada bagian luarnya mempunyai terminal-terminal yang diperlukan guna pengabelan dengan beban atau contparoller, pada bagian paling atas dan paling bawah, itu adalah terminal untuk coil, dan pada bagian tengah ada 3 terminal dengan ukuran agak besar dengan yang lainnya, itu adalah untuk dihubungkan ke beban/motor listrik, sedangkan pada bagian kiri dan kanan adalah terminal auxiliary/tambahan untuk interlock atau dihubungkan ke alat lainnya terminal ini ada yang berjenis NO (normally open) dan NC (normally close).

Pada bagian tengah terdapat name plate atau spesifikasi teknis dari MC dan type dari MC, ini menunjukan kapasitas kerja, dan tegangan kerja, kapasitas kerja adalah menunjukan besarnya kapasitas/daya beban/motor yang boleh digunakan, sebagai contoh jika daya beban/motor lebih besar dari kapasitas MC, maka MC akan cepat rusak, idealnya jika daya beban/motor 5,5 KW maka MC yang digunakan adalah 7,5 KW, kapasitas MC dilebihkan sedikit agar MC tidak cepat rusak atau awet.

Pada saat kedua terminal coil dialiri arus/tegangan, maka coil akan manghasilkan medan magnet yang akan menarik besi kern pada bagian dalamnya sehingga menghubungkan terminal-terminalnya, ketika terminalnya terhubung maka arus utama akan terhubung ke beban/motor dan motor pun akan berputar.

MC mempunyai tegangan kerja antara 100-200 VAC, 24 VDC, atau 100-200 VDC, dengan kapasitas beban yang bervariasi tergantung dari type MC itu sendiri, MC ditempatkan di dalam control panel dengan menggunakan dua buah baut pada bagian atas dan bawah.






pemahaman tentang watt

5 Pemahaman Watt Yang Keliru

Watt, yang ternyata sudah dipakai semua orang di seluruh dunia selama lebih dari seabad adalah satuan untuk daya, bukan satuan untuk energi. Tapi pertanyaan saya, mengapa untuk menghitung pemakaian energi listrik kita menggunakan satuan watt? Yaitu dengan mengalikan satuan daya (watt) dikalikan dengan satuan waktu (hour) lama peralatan beroperasi sehingga muncul satuan KWH (kilo watt hour). Mengapa bukan satuan Joule, satuan untuk energi? Padahal Joule sudah diakui sebagai satuan standar untuk pengukuran energi dalam sistem metrik. Joule sudah luas dipakai di seluruh dunia dalam dunia kelistrikan, mungkin Anda belum pernah mendengarnya, karena selama ini Joule ditutupi oleh Watt. Demikian sebuah pernyataan yang pernah saya baca di sebuah website dan juga pernah ditulis dalam koran harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta tanggal 2 Oktober 2009 lalu.

Beberapa fakta pemahaman yang keliru mengenai satuan watt sebagai berikut:
1. Semua peralatan yang menggunakan listrik sebagai sumber dayanya selalu mencantumkan watt sebagai patokan konsumsi energinya. Sementara berbicara sumber daya listrik, orang di lapangan --termasuk orang-orang engineering di dalamnya-- banyak menyebutnya dalam satuan VA atau KVA, bukan watt. Sementara hanya sedikit orang awan yang mengerti bahwa satuan energi sebenarnya adalah Joule, bukan watt. Meskipun sebenarnya satuan watt sendiri bisa didefinisikan sebagai Joule per *******

2. Orang sering menyebut salah sumber daya listrik rumah misalnya dengan satuan watt, padahal yang lebih tepat adalah VA, atau KVA untuk satuan yang lebih besar, baik sumber daya yang dihasilkan oleh sumber daya portable semacam generator set (genset) maupun sumber daya listrik dari PLN. Karena konversi VA menjadi Watt ada faktor Cos Phi yang menjadi variable pengalinya disana, sehingga 1 VA tidak sama atau ekivalen dengan 1 watt, tapi mendekati 1 watt karena bilangan Cos Phi tidak pernah muncul angka 1 tetapi 0,.. (nol koma sekian-sekian). Contoh sebuah rumah dengan sambungan R1 daya 450 VA tidak sama dengan 450 watt. dan secara praktek daya maksimum yang bisa dipakai rumah tersebut adalah sebesar 440 VA dengan catatan tegangan listrik atau voltase dari PLN tidak drop dari 220 V.

3. Satuan watt acapkali dianggap selalu punya konversi yang berbanding lurus dengan satuan daya atau tenaga lainnya seperti PK (power horse) misalnya, padahal adakalanya sebuah peralatan listrik dengan satuan PK yang sama tapi ada yang wattnya bisa lebih rendah. Contoh AC jenis inverter kapasitas ½ PK kalau menganut teori konversi 1 PK = 746 W seharusnya AC kapasitas ½ PK ekivalen dengan daya 350 watt tapi prakteknya AC jenis inverter ½ PK hanya mengkonsumsi daya (watt) lebih rendah, yaitu hanya 320 watt. Sebaliknya, ada AC merk Cina, maaf saya sebut saja merknya TCL. AC ini mematok konsumsi energinya sebesar 790 Watt untuk kapasitas AC-nya yang 1 PK.

4. Rata-rata orang awan menyakini bahwa semakin tinggi watt sebuah peralatan maka akan semakin boros konsumsi energi listriknya. Betul, tapi ternyata tidak selalu seperti itu. Contoh pada kulkas dengan kapasitas daya 70 watt ternyata kompresornya butuh bekerja sebanyak 3.000 detik per jam. Artinya, kompresor hanya bisa istirahat selama 600 detik per jam. Sementara kulkas dengan daya 100 watt kompresornya hanya butuh bekerja sebanyak 1.000 detik per jam. Artinya, kompresornya bisa beristirahat lebih lama selama 2.600 detik per jam. Nah, silahkan dihitung sendiri hasil perkaliannya kulkas 70 watt akan lebih tinggi, yaitu ketemu: 0.07 KW X 3000/3600 jam = 0.059 KWH per jamnya, sementara yang 100 watt kalau dihitung: 0.1 KW X 1000/3600 jam = 0.027 KWH per jam dalam mengahabiskan energi listriknya. Dari sini kesimpulannya tidak selalu peralatan yang wattnya tinggi selalu lebih boros energi dan kurang efisien dibanding yang wattnya lebih rendah tetapi terkadang malah sebaliknya.

5. Ada juga yang beranggapan sebuah bola lampu akan semakin terang jika wattnya semakin tinggi padahal ini anggapan yang tidak selalu benar karena prakteknya tidak selalu seperti itu. Yang benar adalah lampu dengan ratio lumen per wattnya lebih tinggi akan mempunyai daya pancar atau kekuatan cahaya (lux) lebih tinggi. Artinya, semakin tinggi rasionya berarti semakin terang dan efisien lampunya. Dan lampu seperti ini banyak ditemui dalam lampu hemat energi jenis PLS, PLC, TL dan Metal halide. Contoh, lampu pijar 25 watt secara konsumsi energi lebih tinggi dari lampu jenis PLC 11 watt, tapi secara kekuatan cahaya (lux) lampu pijar 25 watt lebih rendah dari lampu PLC 11 watt. Kesimpulannya, mindset yang memandang watt saja sebagai satu-satunya alat ukur yang menentukan sebuah peralatan listrik itu dikatakan hemat atau tidak perlu dirubah dengan membuat ratio perbandingan dari output capacity dibanding input power consumption-nya. Semakin tinggi rasionya berarti sebuah peralatan akan semakin efisien dan hemat energinya. Demikian kurang lebihnya beberapa pemahaman tentang satuan watt yang keliru di masyarakat awan.

http://www.diptara.com/2009/12/5-pemahaman-watt-yang-keliru.html


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More